OPINI BAHASA INDONESIA
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir
tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke
berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh
Kerajaan Sriwijaya
yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi
wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang
bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang
digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari
bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Memperhatikan
perkembangan zaman, bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga, bahasa Indonesia
menjadi sarana budaya dan sarana berpikir masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, peranan bahasa Indonesia menjadi sangat penting. Mengingat
pentingnya peranan bahasa Indonesia, kami sebagai mahasiswa dituntut
untuk lebih memahami bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Yang salah
satunya adalah mempelajari sejarah perkembangan bahasa Indonesia dari
zaman pra kemerdekaan, kemerdekaan, dan reformasi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah bahasa Indonesia pada zaman pra kemerdekaan?
2. Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia pada zaman kemerdekaan?
3. Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia pada zaman reformasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan utama dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat
yang dapat diambil dari penulisan ini ialah penyusun dan pembaca dapat
mengetahui sejarah perkembangan bahasa Indonesia. dari zaman pra
kemerdekaan, kemerdekaan, dan zaman reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Pra Kemerdekaan
Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Penerimaan tersebut tidak terjadi
begitu saja Ada beberapa tahapan proses penerimaan itu membutuhkan
waktu yang lama. Tahapannya meliputi :
1). Masa Pra-1928
Bila
dilihat dari sudut pandang sejarah, bahasa Melayu merupakan bahasa
perhubungan atau komunikasi sejak abad VII yaitu masa awal bangkitnya
kerajaan Sriwijaya. Pada masanya kerajaan Sriwijaya menjadi pusat
kebudayaan, perdagangan, tempat orang belajar filsafat, dan pusat
keagamaan (Budha) dengan menggunakan bahasa perhubungannya yaitu bahasa
Melayu.
Berdasarkan catatan sejarah, bahasa Melayu tidak saja
berfungsi sebagai bahasa perhubungan. Namun, juga digunakan sebagai
bahasa pengantar, bahasa resmi, bahasa agama, dan bahasa dalam
penyampaian ilmu pengetahuan. Sebagai bahasa pengantar dan alat untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, bahasa melayu digunakan pada perguruan
tinggi “Dharma Phala”. Selain itu, bahasa melayu juga digunakan sebagai
bahasa penerjemah buku-buku keaagamaan misalnya buku keagaaman yang
diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh I Tsing.
Bukti lain adalah dengan ditemukannya berbagai prasasti yang menggunakan bahasa Melayu. Prasasti-prasasti tersebut antara lain :
a) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683 M.
b) Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684 M.
c) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686 M.
d) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688 M.
e) Inskripsi Gandasuli di Kedu, Jawa Tengah tahun 832 M.
f) Prasasti Bogor, di Bogor tahun 942 M.
Masuknya
agama Islam ke kepulauan nusantara, membuat kedudukan bahasa Melayu
semakin penting. Para pembawa ajaran Islam memanfaatkan bahasa Melayu
sebagai sarana komunikasi. Di samping itu, pembawa ajaran Islam ikut
memperkaya khasanah kosa kata dalam bahasa Melayu.
Abad XVIII,
bangsa-bangsa Barat (Belanda) memasuki kepulauan Nusantara. Dalam
mendirikan lembaga pendidikan, pemerintah Belanda mengalami kegagalan
sehingga menyebabkan dikeluarkannya SK No. 104/1631 yang antara lain
berisi: “…Pengajaran di sekolah-sekolah bumi putera diberikan dalam
bahasa Melayu.” Selain itu, juga tersusunnya Ejaan Van Ophyusen (tahun
1901) yang merupakan ejaan resmi bahasa Melayu dan diterbitkan dalam
Kitab logat Melajoe. Buku ini disusun oleh Charles Andrianus van
Ophuysen dengan dibantu oleh Soetan Makmoer dan Mohammad Taib Soetan
Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
2. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
3. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
Perkembangan
bahasa Melayu berikutnya, tampak pada masa kebangkitan pergerakan
bangsa Indonesia yang dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908) yang
telah menggunakan bahasa Melayu sebagai alat bertukar informasi dan
komunikasi antar pergerakan. Hal ini dianggap penting dan perlu, karena
dengan itu akan mudah dalam mencapai persatuan dan kesatuan dalam rangka
bernasional.
Pada tahun 1908 Pemerintah Belanda mendirikan sebuah
badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de
Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah
menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti
Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam,
penuntun memelihara kesehatan, yang banyak membantu penyebaran bahasa
Melayu di kalangan masyarakat luas.
Dalam Kongres II Jong Sumatera,
diputuskan pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan antar jong.
Tindak lanjut dari keputusan tersebut adalah dengan menerbitkan surat
kabar Neratja, Bianglala dan Kaoem Moeda.
Sebagai puncak keberadaan
bahasa Melayu seperti yang diuraikan di atas, maka pada tanggal 28
Oktober 1928 diselenggarakan Kongres Pemuda di Jakarta oleh berbagai
Jong. Salah satu hasil gemilang dari Kongres pemuda yaitu dengan
dicetuskannya ikrar Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda itu berisi:
(1) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia;
(2) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu tanah air Indonesia;
(3) Kami putera dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
2). Masa Pasca-1928
Cetusan ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan bahwa bahasa Melayu sudah berubah menjadi bahasa Indonesia.
Perkembangan
berikutnya dapat dilihat dengan berdirinya Angkatan Pujangga Baru tahun
1933. Para pelopornya antara lain: Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn
Pane, dan Amir Hamzah. Angkatan ini tampil dengan tema : “Pembinaan
bahasa dan kesusastraan Indonesia.”
Pada masa itu terjadi krisis
terhadap keberadaan bahasa Indonesia. Kaum penjajah (Belanda), berusaha
mengganggu keberadaan bahasa Indonesia. Sehingga sejumlah pakar bahasa
Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres I Bahasa Indonesia yang
dilaksanakan di Surakarta (Solo) pada tanggal 25-28 Juni 1938. Sejumlah
pakar yang ikut ambil bagian dalam kongres tersebut antara lain: K. St
Pamoentjak; Ki Hadjar Dewantoro; Sanoesi Pane; Sultan Takdir
Alisjahbana; Dr. Poerbatjaraka; Adinegoro; Soekrdjo Wirjopranoto; R. P.
Soeroso; Mr. Moh. Yamin; dan Mr. Amir Sjarifudin. Kongres ini membahas
bidang-bidang peristilahan, ejaan, tata bahasa, dan bahasa
persuratkabaran. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar
oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Kongres ini berarti
pula sebagai cetusan kesadaran akan perlunya pembinaan yang lebih mantap
terhadap bahasa Indonesia.
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia (1
Mei 1942), pemakaian bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa
perhubungan antar penduduk, disamping bahasa Jepang dan pelarangan tegas
penggunaan bahasa Belanda. Keputusan itu sangat menggembirakan bagi
pemekaran bahasa Indonesia dalam rangka bangkitnya. Hal ini terlihat
dari munculnya sebuah Angkatan kesusastraan yang dipelopori Chairul
Anwar, Idrus, Asrul Sani. Angkatan ini dikenal sebagai Angkatan 45.
Pada
tanggal 20 Oktober 1942, dibentuk Komisi Bahasa Indonesia oleh Jepang.
Tugas komisi ini adalah menyusun istilah dan tata bahasa normatif serta
kosa kata umum bahasa Indonesia. Pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia secara tidak langsung semakin mantap dan memperoleh tempat di
hati penduduk.
B. Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Kemerdekaan
Bangsa
Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Keesokan harinya yaitu tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-Undang Dasar
1945. Dalam pasal 36 bab XV UUD ‘45 berbunyi: “Bahasa negara ialah
bahasa Indonesia.”
Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan
Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen
yang berlaku sebelumnya.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
a) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Peristiwa-peristiwa
penting lainnya yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia
pada zaman kemerdekaan sampai sebelum masa reformasi antara lain:
1.
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2
November 1954 salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk
terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai
bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
2. Pada
tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia H. M. Soeharto,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula
dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
3. Pada tanggal 31
Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
4.
Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi
kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
5.
Kongres bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan
bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih
ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai
semaksimal mungkin.
6. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira
tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi
negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres
itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
7.
Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2
November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan
53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam,
Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea
Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Pada
tahun 1953, Kamus Bahasa Indonesia muncul untuk pertama kalinya yang
disusun oleh Poerwodarminta. Di kamus tersebut tercatat jumlah lema
(kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000 kata. Pada tahun 1976,
Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat penambahan
1.000 kata baru. Pada tahun 1988, terjadi loncatan yang luar bisa dalam
Bahasa Indonesia. Dari 23.000 kata, telah berkembang menjadi 62.000
pada tahun 1988. Selain itu, setelah bekerja sama dengan Dewan Bahasa
dan Pustaka Brunei, berhasil dibuat 340.000 istilah baru di berbagai
bidang ilmu.
Pada tahun 1980-an ketika terjadi peledakan ekonomi
secara luar biasa, saat produk asing berupa properti masuk ke
perkantoran dan pusat perbelanjaan, banyak istilah asing masuk ke
Indonesia. Istilah asing marak digunakan sehingga pemerintah menjadi
khawatir. Pada tahun 1995 terjadi pencanangan berbahasa Indonesia yang
baik dan benar. Nama-nama gedung, perumahan dan pusat perbelanjaan yang
berbau asing diganti dengan nama yang berbahasa Indonesia.
C. Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Reformasi
Perkembangan
bahasa Indonesia masa reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa
Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada
tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b.
Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
Selain itu sampai tahun 2007, Pusat Bahasa
berhasil menambah kira-kira 250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah
ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata umum telah
berjumlah 78.000.
Namun, angin reformasi yang muncul sejak tahun 1998
justru membawa perubahan buruk bagi bahasa Indonesia. Kerancuan
penggunaan bahasa Indonesia makin marak di era reformasi. Penggunaan
bahasa asing kembali marak dan bahasa Indonesia sempat terpinggirkan.
Pada zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam
perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik cetak maupun
elektronik. Tokoh pers Djafar Assegaf menuding sekarang ini kita tengah
mengalami “krisis penggunaan bahasa Indonesia” yang amat serius. Media
massa sudah terjerumus kepada situasi “tiada tanggung jawab” terhadap
pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa kini
cenderung menggunakan bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia. Ini menunjukkan penghormatan terhadap bahasa Indonesia
sudah mulai memudar. Hal ini disebabkan antara lain oleh perubahan
zaman, reformasi yang tidak ada konsep yang utuh, sikap tidak percaya
diri dari wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik perusahaan
pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa pasarnya, persaingan
usaha antarmedia dan selera pribadi. Ada dua kecenderungan dalam pers
saat ini yang dapat menimbulkan kekhawatiran akan perkembangan bahasa
Indonesia. Pertama, bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim).
Kedua, banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing dalam
surat kabar. Namun, pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah
baru, kata-kata dan ungkapan baru seperti KKN (korupsi, kolusi,
nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator,
arogan, hujat, makar dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut memang
terdapat di kamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya
terbatas di kalangan tertentu saja.
Selain itu, saat ini bahasa
Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah bahasa
Inggris ataupun bahasa gaul. Di kalangan pelajar dan remaja sendiri
lahir sebuah bahasa baru yang merupakan pencampuran antara bahasa asing,
bahasa Indonesia, dan bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut
dengan bahasa gaul. Keterpurukan bahasa Indonesia tersebut umumnya
terjadi pada generasi muda. Bahkan sudah ada beberapa kalangan yang
beranggapan dan meyakini bahwasanya kaum intelek adalah mereka-mereka
yang menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik
yang total memakai bahasa asing ataupun mencampuradukkan bahasa asing
tersebut ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan alasan globalisasi,
percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa asing justru semakin marak.
Kata-kata seperti “new arrival”, “sale”, “best buy”, “discount”,
terpampang dengan jelas di berbagai toko dan pusat perbelanjaan. Media
pun ikut mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Malahan
tidak sedikit media yang memberikan judul acara dengan kata-kata dalam
bahasa asing.
Saat ini penggunaan bahasa Indonesia baik oleh
masyarakat umum, maupun pelajar mengalami maju-mundur. Perkembangan
teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa Indonesia hingga ke pelosok
daerah semakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa Indonesia semakin
dikenal masyarakat. Jika pada awalnya masyarakat Indonesia yang terdiri
dari multisuku, multietnis, multiras, dan multiagama susah bergaul
antara sesama karena terdapat perbedaan bahasa, kini dengan adanya
bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, semua elemen bangsa dapat
berkomunikasi dengan yang lainnya. Ini merupakan salah satu bentuk
kemajuan dalam bahasa Indonesia. Selain mengalami kemajuan, bahasa
Indonesia juga memiliki kemunduran. Akibat pengaruh globalisasi dan
pengaruh besar dari negara - negara besar seperti Amerika Serikat,
bahasa Indonesia menjadi terpinggirkan. Bahkan dari kalangan masyarakat
dan pelajar di Indonesia sendiri. Banyak yang menganggap sepele bahasa
Indonesia dan lebih mementingkan bahasa lain seperti bahasa Inggris,
bahasa Spanyol, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jerman, bahasa
Mandarin dan bahasa lainnya. Pelajar dan para pemuda juga menganggap
sepele bahasa Indonesia. Kebanyakan dari mereka mengganggap bahasa
Indonesia terlalu kaku, tidak bebas dan terasa kurang akrab. Mereka
lebih menyukai bahasa baru yang dikenal dengan bahasa gaul yang
merupakan campuran dari bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa
Indonesia. Keadaan ini berbalik 180 derajat dari keadaan 78 tahun yang
lalu, di saat para pelajar dan pemuda dengan semangat cinta tanah air
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa
lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa daerah. Alhasil, akibat
pelajar menganggap sepele pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari
pelajar itu sendiri mendapatkan nilai yang rendah dalam pelajaran bahasa
Indonesia. Parahnya lagi, sebagian penyebab banyaknya pelajar yang
tidak lulus Ujian Nasional adalah karena mengganggap sepele pelajaran
bahasa Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia
itu menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena
masyarakat Indonesia merasa tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia
karena mereka sudah berbangsa dan bisa berbahasa Indonesia seadanya.
Padahal sebenarnya belum tentu mereka bisa dan mampu berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Kedua, karena adanya kemunduran dan kemerosotan
ekonomi Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sehingga timbul rasa
malu berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia dalam
pergaulan internasional. Ketiga, sebagai akibat adanya globalisasi yang
membuat timbulnya pengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia
dikalangan masyarakat Indonesia.
Sejak zaman reformasi tahun 1998
Bahasa Indonesia mengalami penurunan minat mempelajarinya di beberapa
negara di dunia. Minat orang asing belajar bahasa Indonesia menurun
akibat kondisi pengajaran bahasa Indonesia belakangan ini menunjukkan
gejala penurunan. Gejala penurunan itu baik dari aspek intensitas
penyelenggaraan maupun dari segi jumlah peminatnya. Penurunan intensitas
penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri
menurunnya minat itu akibat penyelenggaraan pengajaran untuk penutur
asing itu sendiri maupun kondisi dari dalam negeri sendiri. Penurunan
minat itu terjadi di negara seperti Australia, Belanda, dan Jerman. Hal
itu akibat politik di negara tersebut, di Jerman bahkan pelajaran bahasa
Indonesia di kampus-kampus peminatnya berkurang. Kalau sampai ditutup
program ini, tertutup juga upaya untuk meningkatkan citra Indonesia di
sana. Kurangnya minat mempelajari Bahasa Indonesia di beberapa negara
diantaranya juga karena kurangnya sumber daya manusia. Namun sejak itu
pun ada peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara seperti
China, Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab, serta negara serumpun
berkembang pesat.
Salah satu upaya pemerintah Indonesia mengembangkan
pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing, dengan pemasyarakatan
alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia
(UKBI). Pusat Bahasa juga mencoba mensosialisasikan setiap programnya
kepada instansi lain seperti membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia di
beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang promosi
Indonesia pada masyarakat dunia. Saat ini pusat kebudayaan Indonesia itu
sudah diupayakan didirikan di Canbera Australia, Los Angles AS, dan
Washington DC AS.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Sejarah bahasa Indonesia pada zaman pra kemerdekaan dibagi menjadi dua
tahapan yaitu pertama masa pra-I928 ditandai dengan penggunaan bahasa
Melayu pada zaman kerajaan Sriwijaya sampai dengan adanya ikrar Sumpah
Pemuda. Kedua, masa pasca-1928 ditandai dengan adanya ikrar Sumpah
Pemuda menunjukkan bahwa bahasa Melayu sudah berubah menjadi bahasa
Indonesia sampai dengan pada tahum 1942 dibentuk Komisi Bahasa Indonesia
oleh Jepang.
2. Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman
Kemerdekaan dimulai dari tanggal 18 Agustus ditetapkannya Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam pasal 36 bab XV UUD ‘45 berbunyi: “Bahasa negara ialah
bahasa Indonesia”, sampai dengan diadakannya kongres Bahasa Indonesia
kedua sampai ke delapan.
3. Pada zaman reformasi diawali dengan
Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta tanggal 26-30 Oktober 1998.
Hingga sekarang cenderung membawa perubahan buruk bagi Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sekarang sudah menjadi bahasa kedua setelah Bahasa
Inggris dan bahasa gaul. Selain itu Bahasa Indonesia mengalami penurunan
minat mempelajarinya di beberapa negara di dunia seperti Australia,
Belanda, dan Jerman. Namun, juga ada peningkatan mempelajari Bahasa
Indonesia dari negara seperti China, Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab.
Saat ini Pusat Bahasa berupaya membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia
di beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang
promosi Indonesia pada masyarakat dunia. Saat ini pusat kebudayaan
Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di Canbera Australia, Los
Angles AS, dan Washington DC AS.
sumber : http://math070017.blogspot.com/2012/01/makalah-sejarah-perkembangan-bahasa.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar